Sistem kliring
yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui
Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring
debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara
nasional. Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni
Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah
penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo
kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta
kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh
peserta kliring. Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal yang
perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi melalui
alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara manual oleh
bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan
pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis
dengan bantuan komputer.
·
INFORMASI PADA CHECK DAN STRUKTUR KODE MIRC
·
SISTEM KLIRING INDONESIA
Pengertian umum
kliring adalah pertukaran warkat atau data keuangan elektronik antar bank baik
atas nama Bank maupun nasabah yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu
tertentu. Penyelenggaraan kliring di Jakarta pada awalnya dilaksanakan
secara manual. Namun dalam perkembangannya, sejalan dengan meningkatnya
transaksi perekonomian nasional khususnya di Jakarta dimana pada akhir tahun
1989 volume warkat telah mencapai 82.052 lembar warkat perhari dengan jumlah
bank peserta mencapai 613 bank. Hal ini menyebabkan penyelenggaraan kliring
secara manual dirasakan tidak efektif dan efisien lagi dan suasana pertemuan
kliring yang hiruk pikuk sering kali diibaratkan dengan suasana “pasar burung”.
Melihat kondisi
tersebut, Direksi Bank Indonesia dengan SKBI No. 21/9/KEP/DIR tanggal 23 Mei
1988, kemudian menetapkan untuk mengubah sistem penyelenggaraan kliring lokal
Jakarta dari sistem manual menjadi sistem otomasi kliring. Meskipun demikian
baru pada tanggal 4 Juni 1990 sistem otomasi dapat diimplementasikan
untuk memproses kliring penyerahan. Sementara untuk proses kliring pengembalian
tetap dilakukan secara manual, sampai kemudian pada tahun 1994 diganti dengan
sistem semi otomasi yang kemudian dikenal dengan sebutan SOKL .
Pada tahun 1996
rata-rata volume warkat kliring Jakarta mencapai 216.911 lembar per hari,
dengan pertumbuhahan rata-rata dalam tiga tahun sekitar 6%. Hal tersebut
menyebabkan meningkatnya tekanan dalam kegiatan proses warkat kliring baik di
bank peserta maupun di Bank Indonesia karena keterbatasan kemampuan sarana
kliring yang ada dibandingkan dengan peningkatan jumlah warkat kliring. Pada
gilirannya hambatan-hambatan tersebut menyebabkan terjadinya keterlambatan
dalamsettlement dan penyediaan informasi hasil kliring. Hal ini berpotensi
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan lembaga lain yang
terkait serta menimbulkan efek negatif berantai (systemic risk)
Sehubungan dengan
itu, sesuai acuan pokok pengembangan sistem pembayaran nasional (Blue PrintSistem
Pembayaran Nasional Bank Indonesia;1995) yang antara lain memuat visi, kerangka
kebijakan dan langkah-langkah yang perlu dikembangkan dalam menciptakan sistem
pembayaran nasional yang lebih efektif, efisien, handal dan aman, maka pada
tahun 1996 konsep penyelenggaraan kliring lokal secara elektronik dengan
teknologi image mulai dikembangkan oleh Urusan Akunting dan Sistem
Pembayaran Bank Indonesia. Pada tanggal 18 September 1998, Bank Indonesia
mencatat sejarah baru dalam bidang sistem pembayaran dimana untuk pertama
kalinya di Indonesia diresmikan penggunaan Sistem Kliring Elektronik (SKE) oleh
Gubernur Bank Indonesia, DR. Syahril Sabirin. Penerapan SKE tersebut dilakukan
pada Penyelenggaraan Klring Lokal Jakarta dimana pada awal implementasi, jumlah
peserta yang ikut serta masih terbatas 7 bank peserta kliring (BRI, BDN, BII,
BCA, Deutsche Bank, Standard Chartered, Citibank) dan 2 peserta intern dari
Bank Indonesia (Bagian Akunting Thamrin dan Bagian Akunting Kota).
Keikutsertaan kantor-kantor bank dalam Kliring Elektronik dilakukan secara
bertahap sesuai dengan kesiapan teknis masing-masing peserta. Bagi kantorkantor
bank yang belum menjadi anggota Kliring Elektronik, perhitungan kliring tetap
menggunakan sistem kliring otomasi. Implementasi Kliring Elektronik secara
menyeluruh kepada seluruh peserta kliring di Jakarta baru dilaksanakan pada
tanggal 18 Juni 2001
- PAYMENT SYSTEM (SETTLEMENT SYSTEM) : BANK INDONESIA REAL TIME GROSS SETTLEMENT (BI-RTGS)
Untuk mendukung
efektifitas implementasi kebijakan moneter dan untuk mempercepat pemulihan
industri perbankan, kebijakan system pembayaran akan diarahkan untuk
mempercepat pengembangan dan implementasi suatu system pembayaran yang efisien,
akurat, aman, dan konsisten melalui peningkatan kualitas layanan. Salah satu
cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui implemnetasi Real Time Gross
Settlement System (BI-RTGS) yang sudah dimulai sejak 17 November tahun 2000 di
Jakarta.
Tujuan RTGS:
Tujuan RTGS:
§
Memberikan pelayanan sistem transfer dana antar
peserta, antar nasabah peserta dan pihak lainnya secara cepat, aman, dan
efisien
§
Memberikan kepastian pembayaran
§
Memperlancar aliran pembayaran (payment flows)
§
Mengurangi resiko settlement baik bagi peserta
maupun nasabah peserta (systemic risk)
§
Meningkatkan efektifitas pengelolaan dana
(management fund) bagi peserta melalui sentralisasi rekening giro
§
Memberikan informasi yang mendukung kebijakan
moneter dan early warning system bagi pengawasan bank
§
Meningkatkan efisiensi pasar uang
Mekanisme Transfer
Ø
Bank pengirim memasukkan transfer kredit ke
terminal RTGS yang ada di bank tersebut yang selanjutnya akan dikirim ke RTGS
Computer Center (RCC) di Bank Indonesia
Ø
RCC akan memproses transfer kredit tersebut
dengan mekanisme sebagai berikut:
Jika saldo tersebut mencukupi, maka proses akan dieksekusi sacara simultan sehingga rekening bank pengirim dikurangi dan rekening bank penerima akan ditambah secara otomatis.
Jika saldo tersebut mencukupi, maka proses akan dieksekusi sacara simultan sehingga rekening bank pengirim dikurangi dan rekening bank penerima akan ditambah secara otomatis.
·
Jika
saldo rekening bank pengirim tidak mencukupi makan transfer kredit tersebut akan ditempatkan dalam antrian di
dalam mesin RTGS
·
Memverifikasi apakah saldo rekening bank
pengirim lebih besar atau sama dengan jumlah nominal dari transfer kredit
tersebut.
·
Jika saldo tersebut mencukupi, maka proses akan
dieksekusi sacara simultan sehingga rekening bank pengirim dikurangi dan
rekening bank penerima akan ditambah secara otomatis
Ø
Informasi mengenai transfer kredut akan
dikirimkan secara otomatis ke RCC, RTGS terminal bank pengirim, dan bank
penerima.
Manajemen Antrian
Ø
Sistem antrian pada BI-RTGS didasarkan pada
priority level and first in first out (FIFO)
Ø
Modul antrian dalam BI-RTGS dilengkapi dengan
bypass FIFO facility yang beroperasi otomatis jika antrian mencapai jumlah
tertentu, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah antrian
Ø
Tingkat prioritas antriannya adalah sebagai
berikut:• Prioritas pertama : Hasil kliring
• Prioritas kedua : Transaksi bank dengan BI/pemerintah
• Prioritas ketiga : Transfer kredit dari bank peserta BI-RTGS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar